Posted in

Kericuhan Warnai Demo 25 Agustus 2025 Di Gedung DPR, Tunjangan Anggota Jadi Sorotan Utama

Aksi demonstrasi besar-besaran yang terjadi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Senin, 25 Agustus 2025, berakhir ricuh. Massa yang didominasi oleh mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya berkumpul untuk menyuarakan berbagai tuntutan, dengan penolakan terhadap tunjangan rumah senilai Rp 50 juta bagi anggota DPR menjadi salah satu isu sentral yang memicu kemarahan publik. Kericuhan tak terhindarkan, mengakibatkan kerusakan fasilitas publik dan melumpuhkan sebagian aktivitas di sekitar area tersebut.

Sejak pagi hari, massa dari berbagai elemen mulai memadati kawasan Gedung DPR / MPR RI. Pihak kepolisian telah bersiaga dengan memasang barikade beton dan kawat berduri untuk mengamankan area vital tersebut. Meskipun demikian, situasi memanas menjelang siang hingga sore hari, di mana bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan pecah. Insiden ini menyebabkan sejumlah korban luka dari pihak demonstran, termasuk satu orang yang dilaporkan tergeletak dengan kepala bocor. Pos polisi di sekitar lokasi juga menjadi sasaran perusakan. Dampak dari kericuhan ini meluas hingga penutupan jalan tol dalam kota dan lumpuhnya operasional KRL di beberapa stasiun terdekat.

Baca Juga : Siapakah Pascol ? Ketika Streamer Game Turun ke Jalan, Mengapa Ia Ikut Demo DPR?

Latar Belakang dan Tuntutan Utama Demonstrasi

Isu demo 25 Agustus 2025 telah ramai beredar di media sosial sejak beberapa waktu sebelumnya, memicu spekulasi mengenai skala dan tuntutan aksi. Awalnya, beredar kabar mengenai demo besar yang diinisiasi oleh Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Namun, kedua organisasi tersebut membantah akan menggelar aksi pada tanggal tersebut, dan mengonfirmasi bahwa mereka akan berdemonstrasi pada 28 Agustus 2025 dengan tuntutan yang berbeda, yakni penolakan omnibus law UU Cipta Kerja dan kenaikan upah minimum 15%.

Meskipun demikian, seruan aksi tetap bergaung, terutama dari kalangan mahasiswa dan elemen masyarakat yang tergabung dalam berbagai aliansi. Beberapa organisasi yang turut serta dalam aksi ini antara lain Aliansi Mahasiswa Jakarta (AMJ), Aliansi Buruh Jakarta, dan sejumlah organisasi mahasiswa lainnya.

Tuntutan utama yang disuarakan para demonstran sangat beragam, namun isu tunjangan rumah anggota DPR menjadi pemicu kemarahan yang paling menonjol. Para pengunjuk rasa menuntut agar kebijakan tunjangan rumah Rp 50 juta per bulan bagi anggota DPR dibatalkan. Mereka menilai tunjangan tersebut tidak etis dan tidak sesuai dengan kondisi ekonomi rakyat, terutama di tengah potensi resesi global yang mengancam. Menurut Dasco Sufmi Dasco, Wakil Ketua DPR RI, tunjangan sebesar itu hanya akan berlaku hingga Oktober tahun ini.

Selain isu tunjangan, ada beberapa tuntutan krusial lainnya yang disuarakan oleh massa:

  • Pengesahan RUU Perampasan Aset: Demonstran mendesak DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, yang dianggap penting dalam upaya pemberantasan korupsi.
  • Penolakan Revisi UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua: Massa menolak revisi undang-undang ini, menyuarakan keprihatinan terhadap dampak yang mungkin timbul bagi masyarakat Papua.
  • Pengusutan Kasus Pelanggaran HAM Berat: Tuntutan untuk mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat juga menjadi salah satu agenda penting dalam aksi ini.
  • Penolakan Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok: Massa menyuarakan penolakan terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan kebutuhan pokok lainnya yang membebani masyarakat.
  • Penyelesaian Masalah Agraria: Isu sengketa lahan dan reforma agraria juga menjadi bagian dari tuntutan demonstran.
  • Tolak Kriminalisasi Aktivis: Mereka juga menuntut agar tidak ada kriminalisasi terhadap aktivis yang menyuarakan aspirasi rakyat.

Baca Juga : Ribuan Buruh Bersiap Gelar Aksi Besar Pada 28 Agustus 2025 Di Jakarta

Respons dan Dampak Aksi

Aksi demo ini menarik perhatian luas, bahkan sempat menjadi subjek pantauan melalui CCTV yang disiarkan secara daring oleh beberapa media. Pengamat politik menilai demo ini sebagai “alarm demokrasi” yang harus ditanggapi serius oleh pemerintah dan DPR. Mereka menekankan pentingnya dialog antara pihak-pihak terkait untuk mencari solusi atas tuntutan-tuntutan rakyat.

Kericuhan yang terjadi pada aksi 25 Agustus 2025 ini menunjukkan tingkat frustrasi dan kekecewaan publik terhadap kebijakan dan kinerja wakil rakyat. Meskipun Dasco Sufmi Dasco telah menjelaskan bahwa tunjangan rumah Rp 50 juta hanya berlaku hingga Oktober 2025, hal ini tampaknya tidak meredakan kemarahan massa yang sudah terlanjur memuncak.

Hingga malam hari, situasi di sekitar Gedung DPR masih tegang pasca-kericuhan siang hari. Aparat keamanan terus berjaga, sementara sisa-sisa kerusakan akibat bentrokan menjadi saksi bisu dari aksi demonstrasi yang menuntut keadilan dan transparansi dari para pemangku kebijakan. Peristiwa 25 Agustus 2025 ini menjadi catatan penting dalam dinamika politik Indonesia, menggarisbawahi urgensi bagi DPR untuk lebih responsif terhadap aspirasi dan penderitaan rakyat yang mereka wakili.