Posted in

Lembaga HAM Bentuk Tim Independen, Segera Selidiki Demo Ricuh Akhir Agustus

Enam lembaga hak asasi manusia (HAM) nasional telah membentuk sebuah Tim Independen Pencari Fakta (TIF) untuk mengusut tuntas berbagai insiden kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi selama demonstrasi ricuh pada akhir Agustus 2025. Pembentukan tim ini merupakan respons atas desakan publik dan berbagai pihak terkait dugaan kekerasan aparat, korban hilang, hingga dampak kerusuhan yang meluas. Tim ini menegaskan independensinya dan langsung bergerak cepat untuk mengumpulkan fakta.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menjadi salah satu inisiator utama dalam pembentukan tim ini. Bersama Komnas HAM, lima lembaga lainnya yang turut bergabung adalah Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Amnesty International Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK). Pembentukan TIF ini diumumkan secara resmi pada awal September 2025, menyusul serangkaian unjuk rasa yang berakhir ricuh di berbagai daerah, terutama di Jakarta.

Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menjelaskan bahwa pembentukan tim independen ini merupakan inisiatif murni dari lembaga-lembaga HAM. Anis secara tegas membantah bahwa tim ini dibentuk atas instruksi atau permintaan dari Presiden. Penegasan ini disampaikan untuk memastikan independensi tim dalam bekerja, tanpa intervensi dari pihak eksekutif. “Tim ini bergerak atas inisiatif dan mandat kami sebagai lembaga HAM, bukan atas instruksi Presiden,” ujar Anis Hidayah. Hal ini juga menanggapi pernyataan dari Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menko Kumham) Yusril Ihza Mahendra yang sebelumnya menyatakan bahwa keputusan pembentukan tim pencari fakta gabungan ada di tangan Presiden. Yusril bahkan sempat menegaskan bahwa pembentukan TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) untuk prahara Agustus masih menunggu keputusan Presiden Prabowo.

Fokus dan Lingkup Kerja Tim Independen

Lingkup kerja TIF ini sangat luas, mencakup investigasi mendalam terhadap berbagai aspek kericuhan. Salah satu fokus utama adalah menelusuri dugaan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan, baik dari unsur TNI maupun Polri, terhadap massa demonstran. Tim akan mengumpulkan bukti-bukti, kesaksian korban, serta menganalisis pola-pola kekerasan yang mungkin terjadi. Selain itu, TIF juga akan menelusuri kasus-kasus orang hilang yang dilaporkan pasca-kerusuhan. Dugaan adanya aktor-aktor di balik kerusuhan juga menjadi bagian dari penyelidikan, termasuk potensi adanya provokator atau pihak yang sengaja menciptakan kekacauan.

Tidak hanya berfokus pada pencarian fakta, tim ini juga memiliki misi penting lainnya, yaitu pemulihan bagi para korban. Anis Hidayah menekankan bahwa pemulihan korban, baik fisik maupun psikis, akan menjadi perhatian serius. Hal ini menunjukkan pendekatan komprehensif dari TIF, yang tidak hanya mengusut pelanggaran tetapi juga memastikan hak-hak korban terpenuhi. Tim ini akan bekerja untuk mengidentifikasi korban, mendokumentasikan dampak yang mereka alami, dan mendorong mekanisme pemulihan yang adil.

Aktivitas TIF akan mencakup pengumpulan data, wawancara dengan saksi mata, korban, dan pihak terkait lainnya. Mereka akan melakukan verifikasi informasi di lapangan dan menganalisis rekaman visual serta dokumen-dokumen yang relevan. Komnas HAM sendiri telah menerima berbagai laporan dan aduan terkait kekerasan dalam demonstrasi, yang akan menjadi titik awal penyelidikan TIF.

Baca Juga : Kericuhan Pecah Di London Demo: 26 Polisi Terluka

Latar Belakang dan Dampak Demonstrasi Ricuh

Demonstrasi yang terjadi pada akhir Agustus hingga awal September 2025 ini memang menyita perhatian publik. Berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa dan buruh, turun ke jalan menyuarakan aspirasi mereka. Namun, demonstrasi ini berujung ricuh di beberapa lokasi, menimbulkan kerusakan fasilitas umum, korban luka-luka, dan penangkapan sejumlah besar demonstran.

Salah satu insiden yang menjadi sorotan adalah dugaan kekerasan aparat, termasuk kasus Kompol Cosmas yang disebut-sebut melindas pengemudi ojek online, meskipun sidang terkait kasus tersebut diawasi ketat oleh Kompolnas dan Komnas HAM. Jumlah orang yang masih diproses hukum pasca-ricuh demo akhir Agustus mencapai 583 orang, menunjukkan skala penanganan hukum yang masif.

Unjuk rasa ini juga diwarnai dengan isu-isu sensitif seperti penolakan kenaikan tunjangan anggota DPR, yang memicu kemarahan publik. Bahkan, Ketua BEM UI sempat bertemu pimpinan DPR untuk mendesak pembentukan tim investigasi usut kekerasan Agustus 2025. Peristiwa ini juga disebut sebagai “alarm ketimpangan” oleh INDEF, yang membuka data terkait kondisi ekonomi dan sosial yang mungkin menjadi pemicu demonstrasi.

Dampak dari kerusuhan ini terasa di berbagai sektor. Contohnya, Gubernur Bali I Wayan Koster sempat menyatakan bahwa pariwisata Bali tidak terdampak, bahkan wisatawan justru datang karena Jakarta ricuh. Pernyataan ini mencerminkan bagaimana kerusuhan di ibu kota dapat memengaruhi persepsi dan dinamika di daerah lain.

Mendesak Keterbukaan dan Akuntabilitas

Pembentukan TIF oleh enam lembaga HAM ini menjadi langkah krusial untuk memastikan adanya akuntabilitas dan keadilan bagi para korban. Dengan status independen, tim ini diharapkan dapat bekerja secara objektif, transparan, dan profesional tanpa tekanan dari pihak manapun. Hasil penyelidikan TIF nantinya akan menjadi dasar untuk mendesak pertanggungjawaban hukum bagi pelaku pelanggaran HAM dan mendorong perbaikan sistemik dalam penanganan unjuk rasa di masa mendatang.

Masyarakat menaruh harapan besar pada tim ini agar dapat mengungkap kebenaran di balik kerusuhan Agustus 2025 dan memberikan rekomendasi konkret untuk mencegah terulangnya insiden serupa. Kehadiran TIF juga menjadi pengingat penting akan peran masyarakat sipil dalam mengawal penegakan HAM dan demokrasi di Indonesia.